LAPORAN
PRAKTIKUM KANDANG
NUTRISI
DAN PAKAN TERNAK
“PEMELIHARAAN SAPI POTONG”
OLEH
:
NAMA : NURAENI PRIMAWATI
SETAMBUK : L1A1 14 095
KELAS : B
KELOMPOK : V (LIMA)
JURUSAN
PETERNAKAN
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
HALU OLEO
KENDARI
2016
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan sapi potong di Indonesia, dari tahun ke
tahun terus meningkat seiring dengan laju pertambahan penduduk dan semakin
membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat mengakibatkan permintaan konsumen
terhadap komoditas hasil ternak khususnya daging dari tahun ke tahun cendrung
meningkat pula, Sementara ketersediaan sapi lokal siap potong belum mencukupi
kebutuhan pasar. Oleh karena itu pemerintah harus menutupi kekurangan tersebut
dengan mengimpor sapi dari luar. Tentu peluang usaha yang besar ini sangat
disayangkan jika tidak dimanfaatkan oleh para peternak. Salah satu usaha
peningkatan pengadaan daging sapi dalam jumlah maupun kualitasnya adalah dengan
usaha sapi kereman. Sapi kereman (Dry Lot Fattening) adalah sapi jantan yang
dipelihara dalam kandang tertentu, tidak dipekerjakan tetapi hanya diberi makan
dengan nilai nutrisi yang optimal untuk menaikkan berat badan dan kesehatan
sapi yang maksimal.
Usaha penggemukan sapi potong merupakan salah satu
mata pencaharian masyarakat peternakan yang mempunyai prospek yang cerah untuk
dikembangkan dimasa depan. Sistem penggemukan sapi potong dilihat dari segi
pemberian pakan dengan 3 (tiga) cara yaitu: Penggemukan Dry Lot Fatterning
(Intensif), Pasture Fatterning (Ekstensif), dan sistem penggemukan campuran
(Semi Intensif). Dengan adanya penggemukan sapi potong tersebut maka diharapkan
dapat meningkatkan produksi daging persatuan ekor, dan menanggulangi penurunan
populasi ternak sapi akibat pemotongan betina produktif.
Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi
dari banteng (Bibos banteng) yang mempunyai potensi cukup baik untuk
ternak penggemukan. Peternak menyukai sapi Bali mengingat beberapa keunggulan
karakteristiknya antara lain : mempunyai feritiliast tinggi, lebih tahan
terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik, cepat beradaptasi apabila
dihadapkan dengan lingkungan baru, cepat berkembang biak, bereaksi positif
terhadap perlakuan pemberian pakan, kandungan lemak karkas rendah, keempukan
daging tidak kalah dengan daging impor. Kebutuhan
daging sangat tinggi sedangkan produktivitasnya rendah karena system pemeliraan yang
kurang baik maka perlu dilakukan praktikum ini untuk
mengetahui metode pemeliharaan.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah :
1.
Untuk dapat mengetahui metode pemeliharaan sapi potong.
2.
Untuk dapat mengetahui PBBH sapi yang diberi pakan rumput gajah dan rumput
molato.
3.
Untuk dapat mengetahui konsumsi bahan kering sapi
yang
diberi pakan rumput gajah dan rumput
molato.
Manfaat dilaksanakannya praktikum ini adalah dapat
memberikant ambahan keterampilan pada
mahasiswa tentang tatalaksana pemeliharaan sapi potong yang menyangkut perkandangan dan pakan.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Sapi Bali
Sapi Bali merupakan
salah satu jenis sapi asli Indonesia yang mempunyai
potensi besar untuk dikembangkan. Asal
usul Sapi Bali ini adalah banteng (Bos Sondaicus) yang telah mengalami
penjinakan atau domestikasi selama bertahun tahun. Proses domestikasi yang
cukup lama diduga sebagai penyebab Sapi Bali lebih kecil dibandingkan dengan
banteng. Sapi Bali jantan dan betina dilahirkan dengan warna bulu merah bata
dengan garis hitam sepanjang punggung yang disebut garis belut. Setelah dewasa,
warna sapi jantan berubah menjadi kehitam-hitaman, sedangkan warna sapi betina
relatif tetap. Sapi Bali tidak berpunuk, keempat kaki dan bagian pantatnya
berwarna putih (Abidin, 2004).
Penyebaran Sapi Bali
meliputi daerah Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan,
dan Lampung. Keaslian sapi domestik
ini dipertahankan secara murni di Bali. Di
Sulawesi dan pulau-pulau lain, Sapi
Bali banyak disilangkan dengan Sapi Ongole
(Sarwono dan Arianto, 2007). Sapi
Bali paling diminati oleh petani kecil di Indonesia karena memiliki beberapa
keunggulan. Sapi ini memiliki tingkat kesuburan tinggi, tipe pekerja yang baik,
efisien dalam memanfaatkan sumber pakan, persentase karkas tinggi, daging
rendah lemak dan daya adaptasi terhadap
lingkungan tinggi (Soeprapto dan
Abidin 2006). Sapi Bali memiliki bentuk relatif persegi dan simetris. Bentuk
tubuh semakin besar ke arah depan (bentuk corang) menunjukkan kesamaannya
dengan banteng liar nenek moyangnya. Warna dasar coklat keemasan kecuali pada
sapi jantan yang akan berubah warna menjadi hitam kecoklatan dengan semakin
meningkat usia ternak tersebut (Talib, 2002).
2.2.
Rumput Gajah
Rumput Gajah merupakan
jenis rumput yang sering dibudidayakan sebagai pakan untuk ternak. Berat yang
dimiliki oleh rumput gajah lebih rendah daripada rumput raja. Intensitas pemotongan
yang umum dilakukan untuk rumput gajah yaitu ruas ketiga dari pangkal batang.
Interval pemotongan pada umumnya 40 hari sekali pada musim hujan dan 60 hari
sekali pada musim kemarau (Rukmana, 2005).
Pertumbuhan tanaman rumput. Cara
pengembangbiakan utama tanaman rumput adalah dengan vegetatif, transisi, dan
reproduktif. Fase vegetatif, batang sebagian besar terdiri atas helaian daun.
Leher helaian daun tetap terletak di dasar batang, tidak terjadi pemanjangan
selubung daun atau perkembangan kulmus, sebagai respon terhadap temperatur dan
panjang hari kritis, meristem apikal secara gradual berubah dari tunas
vegetatif menjadi tunas bunga. Hal ini disebut induksi pembungaan. Fase
perubahan ini disebut dengan fase transisi. Selama fase transisi helaian daun mulai
memanjang. Internodus kulmus juga mulai memanjang. Fase reproduktif
(pembuangan) dimulai dengan perubahan ujung batang dari kondisi vegetatif ke
tunas bunga (Soetrisno et al., 2008).
2.3.
Rumput Molato
Rumput ini disebut rumput "Molato" yang merupakan persilangan
antara rumput Brachiaria ruziziensis clone 44-06 dengan Brachiaria brizantha
cv. Marandu (Rosseau dkk., 2005). Total
produksi bahan kering hijauan dari 3 kali panen adalah 12,04 t/ha. Selain itu petani juga suka karena untuk
potong-angkut
tidak membuat tangan dan badan
gatal-gatal. Hal yang perlu diperhatikan untuk tumbuh dan berkembangnya lebih
baik rumput Mulato ini adalah masalah drainase.
Pada lahan yang drainasenya buruk, rumput Mulato tidak dapat tumbuh
dengan baik karena drainase yang
buruk mengakibatkan buruknya pula kondisi aerasi tanah. Hal lain adalah pada
daerah yang bercurah hujan tinggi sangat dimungkinkan rumput Mulato terserang
oleh Rhizoctonia yaitu cendawan yang menyerang akar (Bahar, 2008).
Khusus tentang rumput
Brachiaria terdapat beberapa spesies rumput Brachiaria yang memiliki nilai
ekonomi yang penting bagi produksi ternak di daerah tropik. Namun demikian
semua spesies rumput Brachiaria tersebut memiliki keterbatasan. Contohnya
Brachiaria decumbens cv. Basilisk dapat tumbuh baik di musim kemarau tetapi kualitas
hijauannya rendah dan menghasilkan benih yang sedikit di banyak areal di Asia
Tenggara. Brachiaria ruziziensis (Ruzi
grass) banyak digunakan di Asia Tenggara tetapi kurang beradaptasi pada musim
kemarau panjang dan segera mati di daerah-daerah tersebut (Hare dan Horne,
2004).
2.4.
Pemeliharaan dan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
Sistem pemeliharaan
ternak sapi dibagi menjadi tiga, yaitu intensif, ekstensif, dan mixed farming
system (sistem pertanian campuran). Pemeliharaan
secara intensif dibagi menjadi dua,
yaitu (a) sapi di kandangkan secara terusmenerus dan (b) sapi di kandangkan
pada saat malam hari, kemudian siang hari digembalakan atau disebut semi
intensif. Pemeliharaan ternak secara intensif
adalah sistem pemeliharaan ternak
sapi dengan cara dikandangkan secara terusmenerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and
curry. Sistem ini dilakukan karena lahan untuk pemeliharaan secara ekstensif
sudah mulai berkurang. Keuntungan sistem ini adalah penggunaan bahan pakan
hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibanding dengan sistem ekstensif.
Kelemahan terletak pada modal yang dipergunakan lebih tinggi, masalah penyakit
dan limbah peternakan (Susilorini,
Sawitri, Muharlien, 2009). Untuk mendapatkan bibit sapi Bali yang baik
sebaiknya dipelihara secara semi intensif disertai dengan pemberian pakan yang
optimal sesuai dengan kebutuhan fisiologik ternak, yaitu dengan jalan
memberikan pakan tambahan berupa konsentrat dan tidak hanya mengandalkan rumput
lapang sebagai pakan basal (Bandini, 2003).
Laju pertambahan bobot
badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana bobot badan awal
fase penggemukan berhubungan dengan bobot badan dewasa. Pola pertumbuhan ternak
tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia,
kesehatan dan iklim. Pertumbuhan dapat dinyatakan dengan pengukuran kenaikan
bobot badan, yaitu dengan penimbangan berulang-ulang dan dibuat dalam pertambahan
bobot badan harian, mingguan atau per satuan waktu lain (Tillman, dkk 2008).
Menurut Siregar (2008) bahwa pertumbuhan yang cepat terjadi pada periode lahir
hingga usia penyapihan dan puberitas, namun setelah usia puberitas hingga usia
dewasa, laju pertumbuhan mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia
dewasa sampai pertumbuhan sapi berhenti. Sejak sapi dilahirkan sampai dengan
usia puberitas (sekitar umur 12-15 bulan) merupakan fase hidup sapi yang laju
pertumbuhannya sangat cepat.
2.5.
Konsumsi Pakan
Konsumsi ransum
merupakan salah satu ukuran untuk menentukan
efisiensi teknis usaha peternakan
pada umumnya. Fadillah (2004) mendefinisikan
konsumsi ransum adalah jumlah
ransum yang diberikan dikurangi dengan jumlah
ransum yang tersisa pada pemberian
pakan saat itu. Menurut Kartasudjana
(2002)
dalam Dawahir (2008) bahwa salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi
konsumsi ransum yaitu bentuk fisik ransum. Ditambahkan Sarwono dan
Arianto (2007) kemampuan sapi mengkonsumsi
ransum sangat terbatas. Keterbatasan itu dipengaruhi oleh faktor ternak,
keadaan pakan, dan faktor luar, seperti suhu dan kelembapan udara.
Pakan adalah kebutuhan
mutlak yang harus selalu diperhatikan dalam kelangsungan hidup pemeliharaan
ternak, apalagi pada ternak ruminansia yang memerlukan sumber hijauan yang
proporsinya lebih besar. Pemberian pakan dengan cara dibatasi adalah yang cukup
baik, tetapi kuantitas dan kualitasnya harus diperhitungkan agar mencukupi
kebutuhan ternak. Perlu dilakukan penyusunan ransum yang didasarkan kepada
kelas, jenis kelamin, keadaan fisiologis dan prestasi produksi ternak
bersangkutan (Setiadi, 2006). Pakan tersebut digunakan untuk kebutuhan harian
hidup pokok untuk menjalani hidup, untuk produksi dan untuk bereproduksi. Sapi
membutuhkan pakan berupa hijauan 10% dari berat badan dan pakan tambahan berupa
konsentrat 1-2% dari berat badan berupa dedak halus, bungkil kelapa, gaplek
atau ampas tahu (Tabrany,
2004).
Kemampuan ternak
ruminansia dalam mengkonsumsi pakan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
faktor ternak itu sendiri, faktor pakan yang diberikan
dan faktor lainnya. Faktor ternak
meliputi bobot badan, status fisiologik, potensi
genetik, tingkat produksi dan
kesehatan ternak. Faktor pakan meliputi bentuk dan
sifat pakan, komposisi zat-zat
gizi, toksisitas atau anti nutrisi. Sedangkan faktor lain meliputi suhu dan
kelembapan udara, curah hujan, lama siang atau malam dan
keadaan ruang kandang serta tempat
pakan (Santosa, 2005).
Pakan dari tumbuh-tumbuhan dapat berupa hasil
tanaman maupun hasil sisanya misalnya jagung, dedak halus dan jerami, sedangkan
pakan asal hewan lebih banyak dari hasil produksi sisa yang sudah digunakan
oleh manusia yaitu misalnya tepung ikan, tepung tulang, daging dan
lain-lainnya. Karena di dalam tubuh ternak terdiri atas zat-zat gizi, maka
ternak memerlukan zat-zat gizi dari luar yang dapat dipakai oleh ternak untuk menjaga
kehidupan dan produksi (Kusumo, 2002). Ditambahkan Kusumo (2002) bahwa zat yang
ada dalam pakan terdiri atas komposisi zat kimia yang berguna untuk menunjang
kehidupan suatu organisme disebut zat gizi atau nutrien. Zat gizi inilah yang
diperlukan oleh ternak, sesuai dengan umur, besarnya ukuran tubuh ternak, jenis
ternak dan tingkat produktivitas suatu ternak terhadap kebutuhan tertentu akan
suatu zat gizi (nutrient requirement)
III.
MATERI DAN METODOLOGI
3.1. Waktu dan
Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan selama 14 hari pada bulan April 2016, yang bertempat di kandang Ruminansia Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo Kendari.
3.2. Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan dalam praktikum
pemeliharaan sapi bali
ini dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel
1.
Alat beserta kegunaan yang digunakan dalam praktikum
No
|
Nama alat
|
Kegunaan
|
1
2
3
4
5
|
Sekop
Sapu
Lidi
Selang
Air
Sikat
Timbangan
|
Untuk mengangkat kotoran sapi
Untuk menyapu kotoran sapi
Untuk memandikan sapi
Untuk mengikat kotoran sapi
Untuk menimbang berat badan dan pakan sapi
|
Bahan
yang digunakan dalam praktikum pemeliharaan sapi bali ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.
Bahan beserta kegunaan yang digunakan dalam
praktikum
No
|
Bahan pengamatan
|
Kegunaan
|
1
2
3
|
Ternak
Sapi
Rumput Gajah
Rumput Molato
|
Sebagai
bahan yang diamati
Sebagai
bahan pakan ternak sapi
Sebagai
bahan pakan ternak sapi
|
3.3. Metode Praktikum
Adapun
langkah-langkah atau metode yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengambil hijauan segar untuk ternak sapi yang telah
ditentukan jenisnya.
2. Memotong hijauan segar untuk ternak sapi menjadi
bagian yang kecil kemudian ditimbang.
3.
Sebelum memberikan
pakan, sapi terlebih dahulu ditimbang berat badannya dan dibersihkan tempat
pakan dan minum untuk membersihkan sisa-sisa pakan dan air minum yang masih
ada.
4. Pemberian
pakan dan air minum,
a. Hijauan diberikan 10% dari bobot badan dan air minum diberikan tiga kali sehari yaitu pada pagi
hari pukul 07.00, siang hari pada pukul 12.00 dan
pada sore hari pukul 16.00 WITA,
b. Sebelum hijauan diberikan kepada ternak, terlebih
dahulu diambil sampel basah sebanyak 500 gr,
c. Pakan
yang diberikan yaitu rumput molato dan
rumput gajah dalam keadaan segar, dan
d. Sisa pakan yang diberikan diambil dan ditimbang kembali untuk mengetahui jumlah
konsumsi.
e. Mengambil 500 gr sisa pakan untuk dianalisa.
5. Mencatat hasil pengamatan
6. Membuat laporan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Data
praktikum pemeliharaan Sapi Bali ( Bos
Sondaicus ) dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini:
No
|
Pakan
|
BB(kg)
|
PBBH
|
Pakan
(kg)
|
Bahan
Kering Pakan
|
||||
Awal
|
Akhir
|
(kg)
|
Pemberian
|
Sisa
|
Pemberian(%)
|
Sisa(%)
|
Konsumsi(kg)
|
||
1
2
|
Rumput
Gajah
Rumput
Mulato
|
259
234
|
264
238
|
0,35
0,28
|
25,5
23,5
|
5,04
8,81
|
20
32
|
20
32
|
4,092
4,7008
|
4.2. Pembahasan
4.2.1 Pemeliharaan
Berdasarkan
hasil praktikum yang telah dilakukan melalui system perkandangan terhadap ternak sapi bali. Makanan yang diberikan secara teratur tiga kali dalam sehari. Pemberian pakan terjadwal yaitu pada pagi hari , siang hari dan sore hari. Pada pagi hari diberikan pada jam 07.00, siang pada jam 12.00 dan sore pada 16.00. Pemberian pakan secara teratur bertujuan untuk mengontrol pertumbuhan atau berat badan
sapi bali dalam harian agar tercapai populasi ternak yang bagus.
Sistem pemeliharaan
ternak sapi dibagi menjadi tiga, yaitu intensif, ekstensif, dan mixed farming
system (sistem pertanian campuran). Pemeliharaan secara intensif dibagi menjadi
dua, yaitu (a) sapi di kandangkan secara terus menerus dan (b) sapi di
kandangkan pada saat malam hari, kemudian siang hari digembalakan atau disebut
semi intensif. Pemeliharaan ternak secara intensif adalah sistem pemeliharaan
ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and
curry. Sistem ini dilakukan karena lahan untuk pemeliharaan secara ekstensif
sudah mulai berkurang. Keuntungan sistem ini adalah penggunaan bahan pakan
hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibanding dengan sistem ekstensif.
Kelemahan terletak pada modal yang dipergunakan lebih tinggi, masalah penyakit
dan
limbah peternakan (Susilorini, Sawitri, Muharlien, 2009).
4.2.2. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
Pertambahan
bobot badan sapi
bali
berdasarkan hasil
pengamatan yang telah dilakukan selama pemeliharaan dengan bahan pakan atau hijauan berupa rumput molato adalah sebesar 0,35 kg
dengan berat akhir
264 kg dan berat awal 259 kg. Sedangkan dengan bahan pakan rumput gajah PBBH
adalah 0,28 kg dari berat akhir
238 kg. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan antara bahan pakan yang
satu dengan bahan pakan yang lain akan mempengaruhi bobot badan
ternak. Seperti
diketahui bahwa sapi bali yang dipelihara dengan pemberian pakan yang berbeda tapi dengan perlakuan yang sama yaitu sapi A yang diberika rumput gajah lebih tinggi palatabilitasnya dibandingkan dengan sapi B yang diberikan rumput molato. Laju
pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana
bobot badan awal fase penggemukan berhubungan dengan bobot badan dewasa. Pola
pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi
yang tersedia, kesehatan dan iklim. Pertumbuhan dapat dinyatakan dengan
pengukuran kenaikan bobot badan, yaitu dengan penimbangan berulang-ulang dan
dibuat dalam pertambahan bobot badan harian, mingguan atau per satuan waktu lain
(Tillman, dkk 2008).
4.2.3. Konsumsi
Berdasarkan hasil praktikum konsumsi bahan pakan berupa rumput gajah yang diberikan setiap harinya adalah 25,5 kg dan sisanya 5,04 sehingga pakan yang dikonsumsi perhari sebanyak 20,46 kg. Bahan kering pakan diberikan sebesar 20%
dan sisanya
20% sehingga
konsumsi
bahan kering
pakan yaitu
4,092 kg. Sedangkan pemberian pakan berupa rumput molato yang diberikan setiap harinya adalah 23,5 kg dan sisanya 8,81 kg, sehingga pakan yang dikonsumsi perhari yaitu 14,69 kg. Bahan kering pakan diberikan sebesar 32% dan sisa 32% sehingga konsumsi bahan kering pakan yaitu 4,7008 kg. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fattah (2005) yang menyatakan bahwa tingkat konsumsi bahan kering yaitu sebesar 1,105 kg /hari. Perbedaan ini disebabkan oleh kondisi
ternak, daya cerna ternak, jenis kelamin, bangsa, kualitas dan kuantitas pakan,
juga faktor lingkungan ternak Komsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh kondisi
ternak, daya cerna ternak, jenis kelamin, bangsa, kualitas dan kuantitas pakan,
juga faktor lingkungan ternak itu sendiri.
V.
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum
yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut ini :
1.
Pemeliharaan dilaksanakan secara intensif.
2.
PBBH
sapi yang diberi pakan rumput gajah yaitu 0,35 kg, sedangkan PBBH sapi yang diberi
pakan rumput molato yaitu 0,28 kg.
3.
Konsumsi
BK sapi yang diberi pakan rumput gajah yaitu 4,092 kg, sedangkan konsumsi BK
yang diberi pakan rumput molato yaitu 4,7008 kg.
5.2. Saran
Saran yang dapat saya berikan pada praktikum ini yaitu agar praktikan sebaiknya
datang tepat waktu dan saling bekerja sama dalam kelompok agar tidak saling
mengharapkan satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin,
Z. 2004. Penggemukan Sapi Potong.
Agro Media Pustaka. Jakarta.
Bandini,
2003. Rancangan Percobaan Bidang
Peternakan Diktat Kuliah Program Pasca Sarjana Peternakan. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Bahar,
S. 2008. Produktivitas hijauan pakan ternak untuk produksi
sapi potong di Sulawesi Selatan. Prosiding. Seminar Nasional Sapi Potong Sulawesi Tengah. tanggal
24 November 2008. Kerjasama antara Universitas Tadulako Palu dengan Dinas
Peternakan Sulawesi Tengah, Palu.
Dawahir.
2008. Performans Ternak Ruminansia yang
diberi RansumSebagai Pakan Tambahan. Skripsi Fapertapet UIN Suska Riau.
Pekanbaru.
Fadillah, R. 2004.Panduan Mengelola Peternakan Ternak Ruminansia. Agromedia Pustaka.
Jakarta. Fauzi.
Fattah, S. 2005.
Tampilan Pertumbuhan Pedet Sapi Bali yang
Diberikan Pakan Padat Pemula di Lahan Kering. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Pp 181-186.
Hare, M.D and Horne, P.M. (2004) Forage seeds for promoting animal production
in Asia. APSA Technical Report No.
41. The Asia and Pasific Seed Asociation, Bangkok, Thailand.
Kusumo, S.P. 2002. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE. Yogyakarta.
Rukmana R. 2005. Budi Daya Rumput Unggul. Kanisius. Yogyakarta.
Rousseau, D. M., S.B. Sitkin, R.S. Burt,
and C. Camerer. 2005. Not So Different
After All: A Cross-Discipline View of
Trust. Academy of Management Review. 23 (3), 393-404.
Santosa, U. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Setiadi, 2006. Manajemen Usaha Ternak Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soeprapto, H dan Z. Abidin. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong.
AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Sarwono, B dan H.B. Arianto. 2007. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, S.B. 2008. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soetrisno, Djoko., Bambang Suhartanto,
Nafiatul Umami. Nilo Suseno. 2008. Ilmu
Hijauan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Susilorini. 2009. Penggemukan Sapi. Jakarta. Penebar Swadaya.
Talib. 2002. Kekhasan Sapi Bali di Indonesia. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Tabrany, H. 2004. Pengaruh Proses Pelayuan Terhadap Keempukan Daging. Herman tabrany
@ yahoo.co.id. Diakses pada tanggal 13 September 2009.
Tillman, A.D., H. Hartadi,
Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekodjo.2008. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjahmada
University Press.Yogyakarta.
Terimakasih Admin, Artikel ini sangat bermanfaat.
BalasHapusSekalian mohon ijin ya numpang iklan promosi menawarkan Produk berikut ini :
- CaO / Kapur Bakar/ Kalsium Oksida.
- CaOH2 / Kalsium Hidroksida.
-CaCo3 /Kalsium Karbonat.
- Kaptan / Kapur Pertanian
- Dolomite.
- Zeolite .
- Bentonite.
Untuk informasi dan pemesanan produk Silahkan hubungi :
Bpk Asep
081281774186
085793333234
Silahkan Simpan nomor dan hubungi jika sewaktu-waktu membutuhkan.