Jumat, 10 Maret 2017

LAPORAN PRAKTIKUM “PEMELIHARAAN SAPI POTONG”



LAPORAN PRAKTIKUM KANDANG
NUTRISI DAN PAKAN TERNAK
“PEMELIHARAAN SAPI POTONG”



 


OLEH :

NAMA                   : NURAENI PRIMAWATI
SETAMBUK        : L1A1 14 095
KELAS                  : B
KELOMPOK        : V (LIMA)







JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
I.       PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan sapi potong di Indonesia, dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan laju pertambahan penduduk dan semakin membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat mengakibatkan permintaan konsumen terhadap komoditas hasil ternak khususnya daging dari tahun ke tahun cendrung meningkat pula, Sementara ketersediaan sapi lokal siap potong belum mencukupi kebutuhan pasar. Oleh karena itu pemerintah harus menutupi kekurangan tersebut dengan mengimpor sapi dari luar. Tentu peluang usaha yang besar ini sangat disayangkan jika tidak dimanfaatkan oleh para peternak. Salah satu usaha peningkatan pengadaan daging sapi dalam jumlah maupun kualitasnya adalah dengan usaha sapi kereman. Sapi kereman (Dry Lot Fattening) adalah sapi jantan yang dipelihara dalam kandang tertentu, tidak dipekerjakan tetapi hanya diberi makan dengan nilai nutrisi yang optimal untuk menaikkan berat badan dan kesehatan sapi yang maksimal.
Usaha penggemukan sapi potong merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat peternakan yang mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan dimasa depan. Sistem penggemukan sapi potong dilihat dari segi pemberian pakan dengan 3 (tiga) cara yaitu: Penggemukan Dry Lot Fatterning (Intensif), Pasture Fatterning (Ekstensif), dan sistem penggemukan campuran (Semi Intensif). Dengan adanya penggemukan sapi potong tersebut maka diharapkan dapat meningkatkan produksi daging persatuan ekor, dan menanggulangi penurunan populasi ternak sapi akibat pemotongan betina produktif.
Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) yang mempunyai potensi cukup baik untuk ternak penggemukan. Peternak menyukai sapi Bali mengingat beberapa keunggulan karakteristiknya antara lain : mempunyai feritiliast tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik, cepat beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan baru, cepat berkembang biak, bereaksi positif terhadap perlakuan pemberian pakan, kandungan lemak karkas rendah, keempukan daging tidak kalah dengan daging impor. Kebutuhan daging sangat tinggi sedangkan produktivitasnya rendah karena system pemeliraan yang kurang baik maka perlu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui metode pemeliharaan.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan  dilaksanakannya praktikum ini adalah :
1.         Untuk dapat mengetahui metode pemeliharaan sapi potong.
2.         Untuk dapat mengetahui PBBH sapi yang diberi pakan rumput gajah dan rumput molato.
3.         Untuk dapat mengetahui konsumsi bahan kering sapi yang diberi pakan rumput gajah dan rumput molato.

Manfaat dilaksanakannya  praktikum ini adalah dapat memberikant ambahan keterampilan pada mahasiswa tentang tatalaksana pemeliharaan sapi potong yang menyangkut perkandangan dan pakan.


II.    TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sapi Bali
Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi asli Indonesia yang mempunyai
potensi besar untuk dikembangkan. Asal usul Sapi Bali ini adalah banteng (Bos Sondaicus) yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi selama bertahun tahun. Proses domestikasi yang cukup lama diduga sebagai penyebab Sapi Bali lebih kecil dibandingkan dengan banteng. Sapi Bali jantan dan betina dilahirkan dengan warna bulu merah bata dengan garis hitam sepanjang punggung yang disebut garis belut. Setelah dewasa, warna sapi jantan berubah menjadi kehitam-hitaman, sedangkan warna sapi betina relatif tetap. Sapi Bali tidak berpunuk, keempat kaki dan bagian pantatnya berwarna putih (Abidin, 2004).
Penyebaran Sapi Bali meliputi daerah Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan,
dan Lampung. Keaslian sapi domestik ini dipertahankan secara murni di Bali. Di
Sulawesi dan pulau-pulau lain, Sapi Bali banyak disilangkan dengan Sapi Ongole
(Sarwono dan Arianto, 2007). Sapi Bali paling diminati oleh petani kecil di Indonesia karena memiliki beberapa keunggulan. Sapi ini memiliki tingkat kesuburan tinggi, tipe pekerja yang baik, efisien dalam memanfaatkan sumber pakan, persentase karkas tinggi, daging rendah lemak dan daya adaptasi terhadap
lingkungan tinggi (Soeprapto dan Abidin 2006). Sapi Bali memiliki bentuk relatif persegi dan simetris. Bentuk tubuh semakin besar ke arah depan (bentuk corang) menunjukkan kesamaannya dengan banteng liar nenek moyangnya. Warna dasar coklat keemasan kecuali pada sapi jantan yang akan berubah warna menjadi hitam kecoklatan dengan semakin meningkat usia ternak tersebut (Talib, 2002).  
2.2. Rumput Gajah
Rumput Gajah merupakan jenis rumput yang sering dibudidayakan sebagai pakan untuk ternak. Berat yang dimiliki oleh rumput gajah lebih rendah daripada rumput raja. Intensitas pemotongan yang umum dilakukan untuk rumput gajah yaitu ruas ketiga dari pangkal batang. Interval pemotongan pada umumnya 40 hari sekali pada musim hujan dan 60 hari sekali pada musim kemarau (Rukmana, 2005).
Pertumbuhan tanaman rumput. Cara pengembangbiakan utama tanaman rumput adalah dengan vegetatif, transisi, dan reproduktif. Fase vegetatif, batang sebagian besar terdiri atas helaian daun. Leher helaian daun tetap terletak di dasar batang, tidak terjadi pemanjangan selubung daun atau perkembangan kulmus, sebagai respon terhadap temperatur dan panjang hari kritis, meristem apikal secara gradual berubah dari tunas vegetatif menjadi tunas bunga. Hal ini disebut induksi pembungaan. Fase perubahan ini disebut dengan fase transisi. Selama fase transisi helaian daun mulai memanjang. Internodus kulmus juga mulai memanjang. Fase reproduktif (pembuangan) dimulai dengan perubahan ujung batang dari kondisi vegetatif ke tunas bunga (Soetrisno et al., 2008).
2.3. Rumput Molato
Rumput ini disebut  rumput "Molato" yang merupakan persilangan antara rumput Brachiaria ruziziensis clone 44-06 dengan Brachiaria brizantha cv. Marandu (Rosseau dkk., 2005).  Total produksi bahan kering hijauan dari 3 kali panen adalah 12,04 t/ha.  Selain itu petani juga suka karena untuk potong-angkut
tidak membuat tangan dan badan gatal-gatal. Hal yang perlu diperhatikan untuk tumbuh dan berkembangnya lebih baik rumput Mulato ini adalah masalah drainase.  Pada lahan yang drainasenya buruk, rumput Mulato tidak dapat tumbuh
dengan baik karena drainase yang buruk mengakibatkan buruknya pula kondisi aerasi tanah. Hal lain adalah pada daerah yang bercurah hujan tinggi sangat dimungkinkan rumput Mulato terserang oleh Rhizoctonia yaitu cendawan yang menyerang akar (Bahar, 2008).
Khusus tentang rumput Brachiaria terdapat beberapa spesies rumput Brachiaria yang memiliki nilai ekonomi yang penting bagi produksi ternak di daerah tropik. Namun demikian semua spesies rumput Brachiaria tersebut memiliki keterbatasan. Contohnya Brachiaria decumbens cv. Basilisk dapat tumbuh baik di musim kemarau tetapi kualitas hijauannya rendah dan menghasilkan benih yang sedikit di banyak areal di Asia Tenggara.  Brachiaria ruziziensis (Ruzi grass) banyak digunakan di Asia Tenggara tetapi kurang beradaptasi pada musim kemarau panjang dan segera mati di daerah-daerah tersebut (Hare dan Horne, 2004).
2.4. Pemeliharaan dan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
Sistem pemeliharaan ternak sapi dibagi menjadi tiga, yaitu intensif, ekstensif, dan mixed farming system (sistem pertanian campuran). Pemeliharaan
secara intensif dibagi menjadi dua, yaitu (a) sapi di kandangkan secara terusmenerus dan (b) sapi di kandangkan pada saat malam hari, kemudian siang hari digembalakan atau disebut semi intensif. Pemeliharaan ternak secara intensif
adalah sistem pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terusmenerus  dengan sistem pemberian pakan secara cut and curry. Sistem ini dilakukan karena lahan untuk pemeliharaan secara ekstensif sudah mulai berkurang. Keuntungan sistem ini adalah penggunaan bahan pakan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibanding dengan sistem ekstensif. Kelemahan terletak pada modal yang dipergunakan lebih tinggi, masalah penyakit
dan limbah peternakan (Susilorini, Sawitri, Muharlien, 2009). Untuk mendapatkan bibit sapi Bali yang baik sebaiknya dipelihara secara semi intensif disertai dengan pemberian pakan yang optimal sesuai dengan kebutuhan fisiologik ternak, yaitu dengan jalan memberikan pakan tambahan berupa konsentrat dan tidak hanya mengandalkan rumput lapang sebagai pakan basal (Bandini, 2003). 
Laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana bobot badan awal fase penggemukan berhubungan dengan bobot badan dewasa. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim. Pertumbuhan dapat dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan, yaitu dengan penimbangan berulang-ulang dan dibuat dalam pertambahan bobot badan harian, mingguan atau per satuan waktu lain (Tillman, dkk 2008). Menurut Siregar (2008) bahwa pertumbuhan yang cepat terjadi pada periode lahir hingga usia penyapihan dan puberitas, namun setelah usia puberitas hingga usia dewasa, laju pertumbuhan mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa sampai pertumbuhan sapi berhenti. Sejak sapi dilahirkan sampai dengan usia puberitas (sekitar umur 12-15 bulan) merupakan fase hidup sapi yang laju pertumbuhannya sangat cepat.
2.5. Konsumsi Pakan
Konsumsi ransum merupakan salah satu ukuran untuk menentukan
efisiensi teknis usaha peternakan pada umumnya. Fadillah (2004) mendefinisikan
konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan jumlah
ransum yang tersisa pada pemberian pakan saat itu. Menurut  Kartasudjana (2002)
dalam Dawahir (2008) bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi  konsumsi ransum yaitu bentuk fisik ransum. Ditambahkan Sarwono dan Arianto (2007) kemampuan sapi  mengkonsumsi ransum sangat terbatas. Keterbatasan itu dipengaruhi oleh faktor ternak, keadaan pakan, dan faktor luar, seperti suhu dan kelembapan udara.
Pakan adalah kebutuhan mutlak yang harus selalu diperhatikan dalam kelangsungan hidup pemeliharaan ternak, apalagi pada ternak ruminansia yang memerlukan sumber hijauan yang proporsinya lebih besar. Pemberian pakan dengan cara dibatasi adalah yang cukup baik, tetapi kuantitas dan kualitasnya harus diperhitungkan agar mencukupi kebutuhan ternak. Perlu dilakukan penyusunan ransum yang didasarkan kepada kelas, jenis kelamin, keadaan fisiologis dan prestasi produksi ternak bersangkutan (Setiadi, 2006). Pakan tersebut digunakan untuk kebutuhan harian hidup pokok untuk menjalani hidup, untuk produksi dan untuk bereproduksi. Sapi membutuhkan pakan berupa hijauan 10% dari berat badan dan pakan tambahan berupa konsentrat 1-2% dari berat badan berupa dedak halus, bungkil kelapa, gaplek atau ampas tahu (Tabrany, 2004).
Kemampuan ternak ruminansia dalam mengkonsumsi pakan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti faktor ternak itu sendiri, faktor pakan yang diberikan
dan faktor lainnya. Faktor ternak meliputi bobot badan, status fisiologik, potensi
genetik, tingkat produksi dan kesehatan ternak. Faktor pakan meliputi bentuk dan
sifat pakan, komposisi zat-zat gizi, toksisitas atau anti nutrisi. Sedangkan faktor lain meliputi suhu dan kelembapan udara, curah hujan, lama siang atau malam dan
keadaan ruang kandang serta tempat pakan (Santosa, 2005).
 Pakan dari tumbuh-tumbuhan dapat berupa hasil tanaman maupun hasil sisanya misalnya jagung, dedak halus dan jerami, sedangkan pakan asal hewan lebih banyak dari hasil produksi sisa yang sudah digunakan oleh manusia yaitu misalnya tepung ikan, tepung tulang, daging dan lain-lainnya. Karena di dalam tubuh ternak terdiri atas zat-zat gizi, maka ternak memerlukan zat-zat gizi dari luar yang dapat dipakai oleh ternak untuk menjaga kehidupan dan produksi (Kusumo, 2002). Ditambahkan Kusumo (2002) bahwa zat yang ada dalam pakan terdiri atas komposisi zat kimia yang berguna untuk menunjang kehidupan suatu organisme disebut zat gizi atau nutrien. Zat gizi inilah yang diperlukan oleh ternak, sesuai dengan umur, besarnya ukuran tubuh ternak, jenis ternak dan tingkat produktivitas suatu ternak terhadap kebutuhan tertentu akan suatu zat gizi (nutrient requirement)




III.  MATERI DAN METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan selama 14 hari pada bulan April 2016, yang bertempat di kandang Ruminansia Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo Kendari.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang  digunakan dalam praktikum pemeliharaan sapi bali ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat beserta kegunaan yang digunakan dalam praktikum
No
Nama alat
Kegunaan
1
2
3
4
5
Sekop
Sapu Lidi
Selang Air
Sikat
Timbangan
Untuk mengangkat kotoran sapi
Untuk menyapu kotoran sapi
Untuk memandikan sapi
Untuk mengikat kotoran sapi
Untuk menimbang berat badan dan pakan sapi

Bahan yang digunakan dalam praktikum pemeliharaan sapi bali ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan  beserta kegunaan yang digunakan dalam praktikum
No
Bahan pengamatan
Kegunaan
  1
2
3
Ternak Sapi
Rumput Gajah
Rumput Molato
Sebagai bahan yang diamati
Sebagai bahan pakan ternak sapi
Sebagai bahan pakan ternak sapi

3.3. Metode Praktikum
Adapun langkah-langkah atau metode yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.    Mengambil hijauan segar untuk ternak sapi yang telah ditentukan jenisnya.
2.    Memotong hijauan segar untuk ternak sapi menjadi bagian yang kecil kemudian ditimbang.
3.   Sebelum memberikan pakan, sapi terlebih dahulu ditimbang berat badannya dan dibersihkan tempat pakan dan minum untuk membersihkan sisa-sisa pakan dan air minum yang masih ada.
4.    Pemberian pakan dan air minum,
a.       Hijauan diberikan 10% dari bobot badan dan air minum diberikan tiga kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 07.00, siang hari pada pukul 12.00 dan pada sore hari pukul 16.00 WITA,
b.      Sebelum hijauan diberikan kepada ternak, terlebih dahulu diambil sampel basah sebanyak 500 gr,
c.       Pakan yang diberikan yaitu rumput molato dan rumput gajah dalam keadaan segar, dan
d.      Sisa pakan yang diberikan diambil dan ditimbang kembali untuk mengetahui jumlah konsumsi.
e.       Mengambil 500 gr sisa pakan untuk dianalisa.
5.   Mencatat hasil pengamatan
6.   Membuat laporan





IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Data praktikum pemeliharaan Sapi Bali ( Bos Sondaicus ) dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini:
No
Pakan
BB(kg)
PBBH
Pakan (kg)
Bahan Kering Pakan
Awal
Akhir
  (kg)
Pemberian
Sisa
Pemberian(%)
Sisa(%)
Konsumsi(kg)
1
2
Rumput Gajah
Rumput Mulato
259
234
264
238
0,35
0,28
25,5
23,5
5,04
8,81
20
32
20
32
4,092
4,7008

4.2. Pembahasan
4.2.1 Pemeliharaan
            Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan melalui system perkandangan terhadap ternak sapi bali. Makanan yang diberikan secara teratur tiga kali dalam sehari. Pemberian pakan terjadwal yaitu pada pagi hari , siang hari dan sore hari. Pada pagi hari diberikan pada jam 07.00, siang pada jam 12.00 dan sore pada 16.00. Pemberian pakan secara teratur bertujuan  untuk mengontrol pertumbuhan atau berat badan sapi bali dalam harian agar tercapai populasi ternak yang bagus.
Sistem pemeliharaan ternak sapi dibagi menjadi tiga, yaitu intensif, ekstensif, dan mixed farming system (sistem pertanian campuran). Pemeliharaan secara intensif dibagi menjadi dua, yaitu (a) sapi di kandangkan secara terus menerus dan (b) sapi di kandangkan pada saat malam hari, kemudian siang hari digembalakan atau disebut semi intensif. Pemeliharaan ternak secara intensif adalah sistem pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus menerus  dengan sistem pemberian pakan secara cut and curry. Sistem ini dilakukan karena lahan untuk pemeliharaan secara ekstensif sudah mulai berkurang. Keuntungan sistem ini adalah penggunaan bahan pakan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibanding dengan sistem ekstensif. Kelemahan terletak pada modal yang dipergunakan lebih tinggi, masalah penyakit
dan limbah peternakan (Susilorini, Sawitri, Muharlien, 2009).
4.2.2. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
Pertambahan bobot badan sapi bali berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan selama pemeliharaan dengan bahan pakan atau hijauan berupa rumput molato adalah sebesar 0,35 kg dengan berat akhir 264 kg dan berat awal 259 kg. Sedangkan dengan bahan pakan rumput gajah PBBH adalah 0,28 kg dari berat akhir 238 kg. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan antara bahan pakan yang satu dengan bahan pakan yang lain akan mempengaruhi bobot badan ternak. Seperti diketahui bahwa sapi bali yang dipelihara dengan pemberian pakan yang berbeda tapi dengan perlakuan yang sama yaitu sapi A yang diberika rumput gajah lebih tinggi palatabilitasnya dibandingkan dengan sapi B yang diberikan rumput molato. Laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana bobot badan awal fase penggemukan berhubungan dengan bobot badan dewasa. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim. Pertumbuhan dapat dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan, yaitu dengan penimbangan berulang-ulang dan dibuat dalam pertambahan bobot badan harian, mingguan atau per satuan waktu lain (Tillman, dkk 2008).

4.2.3. Konsumsi  
            Berdasarkan hasil praktikum konsumsi bahan pakan berupa rumput gajah yang diberikan setiap harinya adalah 25,5 kg dan sisanya 5,04 sehingga pakan yang dikonsumsi perhari sebanyak 20,46 kg. Bahan kering pakan diberikan sebesar 20%  dan sisanya 20% sehingga konsumsi bahan kering pakan yaitu 4,092 kg. Sedangkan pemberian pakan berupa rumput molato yang diberikan setiap harinya adalah 23,5 kg dan sisanya 8,81 kg, sehingga pakan yang dikonsumsi perhari yaitu 14,69 kg. Bahan kering pakan diberikan sebesar 32% dan sisa 32% sehingga konsumsi bahan kering pakan yaitu 4,7008 kg. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fattah (2005) yang menyatakan bahwa tingkat konsumsi bahan kering yaitu sebesar 1,105 kg /hari. Perbedaan ini disebabkan oleh kondisi ternak, daya cerna ternak, jenis kelamin, bangsa, kualitas dan kuantitas pakan, juga faktor lingkungan ternak Komsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh kondisi ternak, daya cerna ternak, jenis kelamin, bangsa, kualitas dan kuantitas pakan, juga faktor lingkungan ternak itu sendiri.






V.    KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
            Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut ini :
1.      Pemeliharaan dilaksanakan secara intensif.
2.      PBBH sapi yang diberi pakan rumput gajah yaitu 0,35 kg, sedangkan PBBH sapi yang diberi pakan rumput  molato yaitu 0,28 kg.
3.      Konsumsi BK sapi yang diberi pakan rumput gajah yaitu 4,092 kg, sedangkan konsumsi BK yang diberi pakan rumput molato yaitu 4,7008 kg.
5.2. Saran
            Saran yang dapat saya berikan pada praktikum ini yaitu agar praktikan sebaiknya datang tepat waktu dan saling bekerja sama dalam kelompok agar tidak saling mengharapkan satu sama lain.







DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2004. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Bandini, 2003. Rancangan Percobaan Bidang Peternakan Diktat Kuliah Program Pasca Sarjana Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Bahar, S. 2008. Produktivitas hijauan pakan ternak untuk produksi sapi potong di Sulawesi Selatan. Prosiding. Seminar Nasional Sapi Potong Sulawesi Tengah. tanggal 24 November 2008. Kerjasama antara Universitas Tadulako Palu dengan Dinas Peternakan Sulawesi Tengah, Palu.

Dawahir. 2008. Performans Ternak Ruminansia yang diberi RansumSebagai Pakan Tambahan. Skripsi Fapertapet UIN Suska Riau. Pekanbaru.

Fadillah, R. 2004.Panduan Mengelola Peternakan Ternak Ruminansia. Agromedia Pustaka. Jakarta. Fauzi.

Fattah, S. 2005. Tampilan Pertumbuhan Pedet Sapi Bali yang Diberikan Pakan Padat Pemula di Lahan Kering. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Pp 181-186. 

Hare, M.D and Horne, P.M. (2004) Forage seeds for promoting animal production in Asia.  APSA Technical Report No. 41. The Asia and Pasific Seed Asociation, Bangkok, Thailand.  

Kusumo, S.P. 2002. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE. Yogyakarta.

Rukmana R. 2005. Budi Daya Rumput Unggul. Kanisius. Yogyakarta.

Rousseau, D. M., S.B. Sitkin, R.S. Burt, and C. Camerer. 2005. Not So Different After All: A Cross-Discipline View  of Trust. Academy of Management Review. 23 (3), 393-404.

Santosa, U. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Setiadi, 2006. Manajemen Usaha Ternak Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soeprapto, H dan Z. Abidin. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Sarwono, B dan H.B. Arianto. 2007. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siregar, S.B. 2008. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soetrisno, Djoko., Bambang Suhartanto, Nafiatul Umami. Nilo Suseno. 2008. Ilmu Hijauan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Susilorini. 2009. Penggemukan Sapi. Jakarta. Penebar Swadaya.

Talib. 2002. Kekhasan Sapi Bali di Indonesia. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Tabrany, H. 2004. Pengaruh Proses Pelayuan Terhadap Keempukan Daging. Herman tabrany @ yahoo.co.id. Diakses pada tanggal 13 September 2009.
Tillman, A.D., H. Hartadi, Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekodjo.2008. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjahmada University Press.Yogyakarta.




1 komentar:

  1. Terimakasih Admin, Artikel ini sangat bermanfaat.
    Sekalian mohon ijin ya numpang iklan promosi menawarkan Produk berikut ini :

    - CaO / Kapur Bakar/ Kalsium Oksida.
    - CaOH2 / Kalsium Hidroksida.
    -CaCo3 /Kalsium Karbonat.
    - Kaptan / Kapur Pertanian
    - Dolomite.
    - Zeolite .
    - Bentonite.

    Untuk informasi dan pemesanan produk Silahkan hubungi :

    Bpk Asep
    081281774186
    085793333234


    Silahkan Simpan nomor dan hubungi jika sewaktu-waktu membutuhkan.

    BalasHapus