Jumat, 10 Maret 2017

Laporan Praktikum Hubungan antara Bobot Telur dan Bobot Tetas pada Telur Ayam Kampung (Gallus domesticus) dan Telur Burunng Puyung (Coturnix-coturnix Japonica)



Laporan Praktikum III
Ilmu Pemuliaan Ternak
Hubungan antara Bobot Telur dan Bobot Tetas pada Telur Ayam Kampung (Gallus domesticus) dan Telur Burunng Puyung (Coturnix-coturnix Japonica)






Oleh :
Nama              :  Nuraeni Primawati
Kelas               :  B
Stambuk         :  L1A1 14 095
Kelompok       :  II (Dua)
Asisten            :  Ashar





Jurusan peternakan
Fakultas peternakan
Universitas Halu Oleo
Kendari
2016
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemuliaan Ternak merupakan salah satu pengetahuan yang berfungsi untuk mengetahui bagaimana ternak hidup dengan memperhatikan kualitas mutu genetik, caranya adalah dengan seleksi dan sistem persilangan. Sifat yang diwariskan dari induk dan pejantan kepada turunannya meliputi sifat kuantitatif dan kualitatif. Sifat kuantitatif adalah sifat atau karakter pada individu yang dapat diukur dan ditimbang. Sifat ini diexpresikan oleh banyak gen yang bersifat aditif dan pada penampilannya banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Beberapa sifat yang diwariskan dari tetua ke generasi anak antara lain, berat telur, indeks telur dan warna kulit telur.
Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula adalah kebalikan dari istilah "ayam ras", dan sebutan ini mengacu pada ayam yang ditemukan berkeliaran bebas di sekitar perumahan.
Burung puyuh adalah ternak yang relatif cepat menghasilkan telur yaitu pada umur 6 minggu dan mampu berproduksi sebanyak 200-300 butir telur dalam setahun. Disamping itu burung puyuh sudah sejak lama dikenal sebagai hewan percobaan yang efisien karena biaya pemeliharaannya relatif murah. Penampilan (fenotipe) ternak termasuk burung puyuh disamping ditentukan oleh genotipenya,juga banyak ditentukan oleh faktor lingkungan dimana ternak itu dipelihara.
Pada masyarakat Indonesia umumnya mengkomsumsi telur ayam, bebek dan puyuh sebagai asupan gizi protein sehari-hari. Selain telur ayam, bebek dan puyuh yang harganya relative terjangkau, juga mudah didapatkan dipasaran. Namun dari ketiga jenis telur tersebut, yang paling popular adalah telur ayam. Telur ayam yang dikomsumsi umumnya berasal dari ayam petelur tipe layer karena dapat memproduksi telur setiap hari. Hal ini dikarenakan sudah banyak peternakan ayam petelur dimana-mana dan ayam mempunyai produktivitas telur yang tinggi.
Telur ayam terdiri dari sebuah sel reproduktif seperti pada mamalia. Pada ayam, sel telur tersebut dikelilingi oleh kuning telur (yolk), albumen, membran kerabang, kerabang dan kutikula. Telur suatu bangsa burung dapat diidentifikasikan dari karakteristik luarnya, yaitu bentuk telur, ukuran telur, dan warna telur yang bervariasi diantara semua burung, baik liar maupun piaraan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilakukanlah praktikum ini untuk dapat mengetahui analisis sifat kuantitatif telur.
1.2. Tujuan
  Tujuan dari pelaksanaan praktikum ini adalah
1.    Untuk mengetahui korelasi antara bobot telur ayam kampung  dan bobot tetas
2.    Untuk mengetahui  indeks telur dan bobot tetas pada  telur ayam kampung dan telur burung puyuh.
1.3 Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan praktikum ini adalah
1.    Dapat mengetahui korelasi antara bobot telur ayam kampung  dan bobot tetas
2.    Dapat  mengetahui  indeks telur dan bobot tetas pada  telur ayam kampung dan telur burung puyuh.




















II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hubungan Antara  Bobot Telur dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung
Bobot telur dan bobot tetas didapat dengan cara menimbang  setiap butir telur yang diperoleh dan anak ayam yang menetas. Hubungan antara bobot telur dan bobot tetas dapat diketahui dengan analisis regresi linear(stell dan torrie, 1993) disitasi Iman (2005).
Setiawan (2010) disitasi Salombe (2012) yang  menyatakan bahwa telur yang ditetaskan dengan berat 40-45 g memiliki presentase daya tetas yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur yang ditetaskan dengan berat < 40 g dan > 45 g. Hal ini disebabkan karena berat telur normal Ayab Arab antara 40- 45 dengan berat rata-rata 42 g. Jika telur berada pada berat <40 g dan >45 g, telur tersebut kurang normal sehingga telur yang ditetaskan sulit untuk menetas walaupun terjadi perkembangan embrio didalam telur namun embrio akan mati sebelum menetas.
Gunawan (2001) yang menyatakan bahwa berat telur sangat mempengaruhi presentase daya tetas, dimana telur yang sangat ringan dan sangat berat sulit untuk menetas, sebab telur yang terlalu ringan memiliki komposisi yang kurang, sehingga emrio akan kekurangan nutrisi, sehingga embrio tidak dapat berkembang. Sebaliknya telur yang terlalu berat memiliki pori-pori yang besar, sehingga penguapan akan lebih cepat terjadi yang menyebabkan embrio akan mati sebelum menetas. Untuk meningkatkan presentase daya tetas dan mengurangi variasi presentase daya tetas, perlu dilakukan seleksi berat telur dimana berat telur yang baik untuk ditetaskan berkisar antara 40-45 g.
Berat telur yang ditetaskan sangat berpengaruh terhadapdaya tetas yang akan di hasilkan. Menurut Putra (2009) disitasi Salombe (2012) telur-telur dengan berat kurang dari 40 g atau lebih dari 45 g memiliki daya tetas yang lebih rendah dibandingkan dengan telur yang memiliki berat antara 40-45 g. Berat telur yang seragam akan meningkatkan daya tetas. Biasanya, berat telur yang dihasilkan ayam memiliki grafik meningkat, seiring dengan bertambahnya umur, kemudian akan stabil setelah ayam berumur lebih dari 12 bulan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, ada pengaruh berat telur terhadap persentasi (%) daya tetas.Hal ini menunjukan pemilihan telur tetas sangat penting dilakukan sebelum penetasan berlangsung.

2.2. Hubungan Antara Indeks Bentuk Telur Dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung
Sarwono (1994) disitasi Slombe (2012) menyatakan bahwa ukuran telur ada hubunganya dengan daya tetas.Telur yang terlalu besar atau kecil tidak baik untuk ditetaskan karena daya tetasnya rendah (Rahayu, 2005) disitasi Salombe (2012) Telur yang terlalu kecil mempunyai luas permukaan telur per unit yang lebih besar dibandingkan dengan telur yang besar.
Yoyo (2009) disitasi Salombe (2012) yang menyatakan bahwa bobot telur yang tidak menetas memiliki bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan bobot telur yang menetas, karena telur yang kecil mempunyai luas permukaan telur per unit yang lebih besar dibandingkan dengan telur yang lebih besar, akibatnya penguapan air dari dalam telur akan lebih cepat sehingga telur akan cepat kering.
2.3. Hubungan Antara Bobot Telur dan Bobot Tetas Telur Puyuh
Gillespie (1992) disitasi Mahi et al (2012)  menyatakan bahwa ukuran besar telur berpengaruh pada ukuran besar anak burung puyuh yang baru menetas,  dan  pengaruhnya  tidak  terlihat  pada  anak  yang  berumur  35  hari. Elvira, et al. (1994) disitasi Mahi et al (2012) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bobot telur antara lain adalah : breed, umur, nutrisi pakan, molting, suhu dan lingkungan, program pencahayaan, serta umur dewasa kelamin. Bobot telur akan mempengaruhi bobot tetas. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah kandungan putih telur dan kuning telurnya. Semakin besar bobot telur, maka kandungan putih telur dan kuning telur juga semakin besar,dimana putih telur dan kuning telur tersebut merupakan sumber makanan bagi embrio dalam telur. Satu butir  telur rata-rata mengandung 60% putih telur, 30% kuning telur, dan 10% kerabang. Telur terdiri dari empat komponen dasar yaitu putih  telur, kuning  telur, kerabang  telur dan  selaput  kerabang  telur. 
2.4.  Hubungan antara bentuk indeks telur dan bobot tetas telur puyuh
Telur dengan bentuk lancip dapat menerima panas suhu ruang inkubasi dengan baik, sehingga proses metabolisme embrio didalamnya dapat berjalan dengan baik sehingga berbobot tetas lebih rendah bila dibandingkan dengan telur dengan bentuk bulat. North (1994) disitasi Mahiet al(2012) menyatakan bahwa penyerapan suhu pada telur dengan bentuk lancip lebih baik bila dibandingkan dengan telur berbentuk tumpul maupun bulat, hal ini menyebabkan proses metabolisme embrio didalamnya dapat berjalan dengan baik sehingga bobot tetasnya lebih tinggi.
North (1994) disitasi Mahi et al (2012) menyatakan bahwa penyerapan suhu telur dengan bentuk lancip lebih baik pada waktu penetasan bila dibandingkan dengan telur berbentuk tumpul maupun bulat. Burke (1992) disitasi Mahi et al (2012) menyatakan bahwa jika suhu normal selama proses penetasan, maka proses perkembangan embrio dapat berjalan normal sebagai akibat organ vitalnya dapat berbentuk dan berkembang secara optimal dan normal.









III. METODEOLOGI PRAKTIKUM
3.1.Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 18 Mei 2016 dan bertempat di Kandang Pembibitan Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo.
3.2. Materi Praktikum
Alat yang  diggunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat Beserta Kegunaan Yang Digunakan Dalam Praktikum
No
Nama alat
Kegunaan
1
2
3
4
5
Alat tulis
Mesin tetas
Neraca
Rak telur
Untuk menuliskan hasil pengamatan
Untuk  menetaskan telur ayam kampung
Untuk menimbang berat telur dan berat tetas
Untuk menyimpan telur sebelum ditetaskan
Hp kamera
Untuk dokumentasi

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.Bahan  Beserta Kegunaan Yang Digunakan Dalam Praktikum
No
Bahan pengamatan
Kegunaan
1
2
Telur ayam kampong
Telur burung puyuh
Sebagai bahan yang diamati
Sebagai bahan yang diamati

3.3. Prosedur Kerja
            Adapun langkah-langkah atau metode yang dilakukan dalam praktikum fertilitas, daya tetas, dan bobot tetas telur ayam kampung adalah sebagai berikut :
1.      Menyediakan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum,
2.      Menimbang telur ayam kampung dan telur burung puyuh,
3.      Memasukan telur ayam kampung dan telur burung puyuh dalam mesin tetas,
4.      Menimbang DOC dan DOQ yang telah menetas,
5.      Menuliskan hasil pengamatan, dan
6.      Dokumentasi
3.4. Analisis Data
            Variabel yang diamati dalam praktikum ini adalah korelasi antara bobot telur dengan bobot tetas telur ayam kampung dan burung puyuh. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung korelasi antara bobot telur dengan bobot tetas telur ayam kampung dan burung puyuh adalah sebagai berikut :
Keterangan :    n   = banyak data
                        Σx = variabel peubah
                        Σy = variabel tetap                         









IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Korelasi Antara Indeks Bentuk Telur dan Bobot Tetas Pada Ayam Kampung
Korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas pada ayam kampung dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Korelasi Antara Indeks Bentuk Telur Dan Bobot Tetas Pada Ayam Kampung
X
Y
R
Indeks bentuk telur
Bobot tetas
0,09
Keterangan : r = korelasi

Berdasarkan Tabel 3, dapat dijelaskan bahwa korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas telur ayam kampung adalah 0,09. Nilai korelasi ini merupakan nilai yag sangat rendah bahkan hampir tidak ada hubungannya antara indeks bentuk telur dengan bobot tetas telur ayam kampung. Hal ini disebabkan karena antara indeks bentuk telur tidak dapat dikorelasikan  dengan bobot tetas.
Korelasi  genetik  adalah hubungan  antara  dua  sifat  atau  variabel  yang  secara  statistik  dapat  dinyatakan secara  korelasi  dan  regresi.  Tiap  korelasi  yang  benar  untuk  populasi-populasi tertentu  dapat  sangat  menyimpang  terutama  bila  ada  seleksi  yang  kuat  dan  lama untuk satu sifat atau lebih (Warwick et al., 1995).
Hal  ini  sesuai  dengan  pernyataan  yang  diungkapkan  oleh  Setiadi  (2006)  bahwa Jika  nilai  korelasi  R= < 0,9-1,0  atau  R= (-0,9) - (-1,00)  maka  hubungannya  sangat  kuat,  jika R= < 0,50-0,7 atau  R=(- 0,5) – (- 0,7) maka hubungannya moderat atau  signifikan  seimbang dan jika R= < 0,0-0,30 atau R= (-0,3) - 0,0 maka hubungannya sangat lemah.
4.2. Korelasi Antara Bobot Telur dan Bobot Tetas Pada Ayam Kampung
Korelasi antara bobot telur dan bobot tetas pada ayam kampung dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Korelasi Antara Bobot Telur Dan Bobot Tetas Pada Ayam Kampung
X
Y
r
Bobot telur
Bobot tetas
0,39
Keterangan : r = Korelasi

            BerdasarkanTabel 4, dapat dijelaskan bahwa korelasi antara bobot telur dengan bobot tetas telur ayam kampung  adalah 0,39 atau 39 %.  Nilai korelasi ini merupakan  nilai yang cukup baik karena antara bobot telur dengan bobot tetas ada hubungan. Hal ini sesuai dengan pendapat  Funk dan Irwin (2005), menyatakan bahwa ukuran telur ada hubunganya dengan daya tetas. Telur  yang  terlalu  besar  atau  kecil  tidak  baik  untuk  ditetaskan  karena  daya  tetasnya  rendah (Sainsbury,2006).  Telur  yang  terlalu  kecil  mempunyai  luas  permukaan  telur  per  unit  yang  lebih besar dibandingkan dengan telur yang besar.
4.3. Korelasi Antara Indeks Bentuk Telur dan Bobot Tetas Pada Burung Puyuh
Korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas pada burung puyuh  dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel5. Korelasi Antara Indeks Bentuk Telur Dan Bobot Tetas Pada Burung Puyuh
X
Y
R
Indeks bentuk telur
Bobot tetas
-0,42
Keterangan : r = Korelasi

Berdasarkan Tabel  5, dapat dijelaskan bahwa korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas telur burung puyuh  adalah -0,42. Nilai korelasi ini merupakan  nilai yag sangat rendah bahkan  tidak ada hubungannya antara indeks bentuk telur dengan bobot tetas telur burung puyuh. Hal ini disebabkan karena antara indeks bentuk telur tidak dapat dikorelasikan  dengan bobot tetas.
Hal  ini  tidak sesuai  dengan  pernyataan  yang  diungkapkan  oleh  Setiadi  (200)  bahwa Jika  nilai  korelasi  R= < 0,9-1,0  atau  R= > (-0,9)-1,00  maka  hubungannya  sangat  kuat,  jika R= > 0,50-0,7 atau  R= (– 0,7)- (- 0,5) maka hubungannya moderat atau  signifikan  seimbang dan  jika  R= < 0,0-0,30  atau  R= (-0,3) - 0,0  maka  hubungannya  sangat  lemah.  Hubungan antara  dua  ubahan  secara  statistik  dapat  dinyatakan  secara  korelasi.  Hubungan korelatif dapat dibedakan atas korelasi fenotip, korelasi genetik, korelasi lingkungan. Metode  statistik  yang  digunakan  untuk  menaksir  besarnya  korelasi  genetik  adalah berdasarkan  analisis  kovariansi  untuk  menaksir  besarnya  komponen  ragam maupun peragam dari dua sifat (Hardjosubroto, 1994).
4.4. Korelasi Antara Bobot Telur dan Bobot Tetas Pada Burung Puyuh
Korelasi antara bobot telur dan bobot tetas pada burung puyuh  dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel6. Korelasi Antara Bobot Telur Dan Bobot Tetas Pada Burung Puyuh
X
Y
R
Indeks bentuk telur
Bobot tetas
0,29
Keterangan : r = korelasi
BerdasarkanTabel6, dapat dijelaskan bahwa korelasi antara bobot telur dengan bobot tetas telur burung puyuh adalah 0,29 atau 29 %.  Nilai korelasi ini merupakan  nilai yang rendah. Faktor yang mempengruhu tinggi rendahnya korelasi antara bobot tetas dengan bobot telur adalah kandungan nutrient dalam telur yang ditetaskan. Hal ini sesuai dengan pendapat  Hamdy  et  al  (2011), menyatakan  bahwa  peningkatan  satu  gram  bobot  telur  akan meningkatkan  bobor  tetas  sebesar  0,5-0,7 g.  Hal  ini  terjadi  karena  telur  mengandung  nutrisi, seperti vitamin, mineral dan air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan selama pengeraman.











V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka kesimpulan  yang dapat  ditarik adalah sebagai berikut :
1.      Korelasi antara indeks bentuk telur ayam kampung sangat rendah yaitu 0,09; sedangkan korelasi antara bobot telur dan bobot tetas telur ayam kampung sedang yaitu 0,39.
2.      Korelasi antara indeks bentuk telur burung puyuh tidak ada; sedangkan korelasi  antara  bobot  telur  dan  bobot tetas telur  burung  puyuh rendah yaitu 0,29.
5.2. Saran
Saran yang dapat saya ajukan yaitu sebaiknya dalam melaksanakan praktikum, semua praktikan berperan didalam pelaksaan praktikum agar para praktikan lebih memahami apa-apa saja yang dipraktikumkan.








DAFTAR PUSTAKA
Elvira S., Soewarno T. Soelcarto dan SS. Mansjoer. 1994. Studi Komparatif Sifat Mutu Dan Fungsional Telur Puyuh Dan Telur Ayam Ras. Hasil penelitian. Bul. T& dan 1ndwb.l P m , Vd. V no. 3. Tir. 1994 

Gunawan, H. 2001. Pengaruh bobot telur terhadap daya tetas serta hubungan antara bobot telur dan bobot tetas. skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor: Bogor

Iman.A.S; Rahayu, I.Suherlan, dan Suriatna. 2015. Kualitas telur tetas ayam merawang dengan waktu pengulangan inseminasi buatan yang berbeda. Jurnal. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor: Bogor

Mahi,M. Rahayu,I. Achmanu dan Muharlien. 2012.Jenis kelamin, bobot tetas dan lama tetas burung puyuh(Coturnix Japonika). Jurnal. Bagian Reproduksi Ternak.Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya :

Salembo,J. 2012. Fertilitas, daya tetas, dan berat telur tetas ayam arab (gallus turcicus) padaberat telur yang berbeda. Skripsi.Fakultas Peternakan. Universitas Hasanudin: Makasar

Yuwanta, Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta.




1 komentar:

  1. Terimakasih Admin, Artikel ini sangat bermanfaat.
    Sekalian mohon ijin ya numpang iklan promosi menawarkan Produk berikut ini :

    - CaO / Kapur Bakar/ Kalsium Oksida.
    - CaOH2 / Kalsium Hidroksida.
    -CaCo3 /Kalsium Karbonat.
    - Kaptan / Kapur Pertanian
    - Dolomite.
    - Zeolite .
    - Bentonite.

    Untuk informasi dan pemesanan produk Silahkan hubungi :

    Bpk Asep
    081281774186
    085793333234


    Silahkan Simpan nomor dan hubungi jika sewaktu-waktu membutuhkan.

    BalasHapus