Laporan
Praktikum III
Ilmu Pemuliaan
Ternak
Hubungan antara
Bobot Telur dan Bobot Tetas pada Telur Ayam Kampung (Gallus
domesticus) dan Telur Burunng Puyung (Coturnix-coturnix Japonica)
Oleh :
Nama : Nuraeni
Primawati
Kelas : B
Stambuk : L1A1 14 095
Kelompok : II (Dua)
Asisten : Ashar
Jurusan peternakan
Fakultas peternakan
Universitas Halu Oleo
Kendari
2016
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemuliaan
Ternak merupakan salah satu pengetahuan yang berfungsi untuk mengetahui
bagaimana ternak hidup dengan memperhatikan kualitas mutu genetik, caranya
adalah dengan seleksi dan sistem persilangan. Sifat yang diwariskan dari induk
dan pejantan kepada turunannya meliputi sifat kuantitatif dan kualitatif. Sifat kuantitatif adalah sifat atau karakter pada
individu yang dapat diukur dan ditimbang. Sifat ini diexpresikan oleh banyak
gen yang bersifat aditif dan pada penampilannya banyak dipengaruhi oleh
lingkungan. Beberapa sifat yang diwariskan dari tetua ke generasi anak antara
lain, berat telur, indeks telur dan warna kulit telur.
Ayam
kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan
tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung
sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula adalah kebalikan
dari istilah "ayam ras", dan sebutan ini mengacu pada ayam yang
ditemukan berkeliaran bebas di sekitar perumahan.
Burung
puyuh adalah ternak yang relatif cepat menghasilkan telur yaitu pada umur 6
minggu dan mampu berproduksi sebanyak 200-300 butir telur dalam setahun.
Disamping itu burung puyuh sudah sejak lama dikenal sebagai hewan percobaan
yang efisien karena biaya pemeliharaannya relatif murah. Penampilan (fenotipe)
ternak termasuk burung puyuh disamping ditentukan oleh genotipenya,juga banyak ditentukan
oleh faktor lingkungan dimana ternak itu dipelihara.
Pada
masyarakat Indonesia umumnya mengkomsumsi telur ayam, bebek dan puyuh sebagai
asupan gizi protein sehari-hari. Selain telur ayam, bebek dan puyuh yang harganya
relative terjangkau, juga mudah didapatkan dipasaran. Namun dari ketiga jenis
telur tersebut, yang paling popular adalah telur ayam. Telur ayam yang
dikomsumsi umumnya berasal dari ayam petelur tipe layer karena dapat
memproduksi telur setiap hari. Hal ini dikarenakan sudah banyak peternakan ayam
petelur dimana-mana dan ayam mempunyai produktivitas telur yang tinggi.
Telur
ayam terdiri dari sebuah sel reproduktif seperti pada mamalia. Pada ayam, sel
telur tersebut dikelilingi oleh kuning telur (yolk), albumen, membran kerabang,
kerabang dan kutikula. Telur suatu bangsa burung dapat diidentifikasikan dari
karakteristik luarnya, yaitu bentuk telur, ukuran telur, dan warna telur yang
bervariasi diantara semua burung, baik liar maupun piaraan.
Berdasarkan
hal tersebut di atas, maka dilakukanlah praktikum ini untuk dapat mengetahui analisis sifat kuantitatif telur.
1.2.
Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan
praktikum ini adalah
1.
Untuk mengetahui korelasi antara bobot telur ayam kampung dan bobot tetas
2.
Untuk
mengetahui indeks telur
dan bobot tetas pada telur ayam kampung
dan telur burung puyuh.
1.3 Manfaat
Manfaat dari
pelaksanaan praktikum ini adalah
1.
Dapat mengetahui korelasi antara bobot telur ayam kampung dan bobot tetas
2.
Dapat
mengetahui indeks telur dan bobot tetas pada telur ayam kampung dan telur burung puyuh.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hubungan Antara Bobot Telur dan Bobot Tetas Telur Ayam
Kampung
Bobot telur dan bobot
tetas didapat dengan cara menimbang
setiap butir telur yang diperoleh dan anak ayam yang menetas. Hubungan
antara bobot telur dan bobot tetas dapat diketahui dengan analisis regresi
linear(stell dan torrie, 1993) disitasi Iman (2005).
Setiawan (2010) disitasi Salombe (2012) yang menyatakan bahwa telur yang ditetaskan dengan
berat 40-45 g memiliki presentase daya tetas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan telur yang ditetaskan dengan berat < 40 g dan > 45 g. Hal ini
disebabkan karena berat telur normal Ayab Arab antara 40- 45 dengan berat rata-rata
42 g. Jika telur berada pada berat <40 g dan >45 g, telur tersebut kurang
normal sehingga telur yang ditetaskan sulit untuk menetas walaupun terjadi
perkembangan embrio didalam telur namun embrio akan mati sebelum menetas.
Gunawan (2001) yang menyatakan
bahwa berat telur sangat mempengaruhi presentase daya tetas, dimana telur yang
sangat ringan dan sangat berat sulit untuk menetas, sebab telur yang terlalu
ringan memiliki komposisi yang kurang, sehingga emrio akan kekurangan nutrisi,
sehingga embrio tidak dapat berkembang. Sebaliknya telur yang terlalu berat
memiliki pori-pori yang besar, sehingga penguapan akan lebih cepat terjadi yang
menyebabkan embrio akan mati sebelum menetas. Untuk meningkatkan presentase
daya tetas dan mengurangi variasi presentase daya tetas, perlu dilakukan
seleksi berat telur dimana berat telur yang baik untuk ditetaskan berkisar
antara 40-45 g.
Berat telur yang
ditetaskan sangat berpengaruh terhadapdaya tetas yang akan di hasilkan. Menurut
Putra (2009) disitasi Salombe (2012) telur-telur dengan berat kurang dari 40 g
atau lebih dari 45 g memiliki daya tetas yang lebih rendah dibandingkan dengan
telur yang memiliki berat antara 40-45 g. Berat telur yang seragam akan meningkatkan
daya tetas. Biasanya, berat telur yang dihasilkan ayam memiliki grafik
meningkat, seiring dengan bertambahnya umur, kemudian akan stabil setelah ayam
berumur lebih dari 12 bulan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, ada
pengaruh berat telur terhadap persentasi (%) daya tetas.Hal ini menunjukan pemilihan
telur tetas sangat penting dilakukan sebelum penetasan berlangsung.
2.2. Hubungan Antara Indeks
Bentuk Telur Dan Bobot Tetas Telur Ayam Kampung
Sarwono
(1994) disitasi Slombe (2012) menyatakan bahwa ukuran telur ada hubunganya
dengan daya tetas.Telur yang terlalu besar atau kecil tidak baik untuk
ditetaskan karena daya tetasnya rendah (Rahayu, 2005) disitasi Salombe (2012)
Telur yang terlalu kecil mempunyai luas permukaan telur per unit yang lebih
besar dibandingkan dengan telur yang besar.
Yoyo (2009)
disitasi Salombe (2012) yang menyatakan bahwa bobot telur yang tidak menetas
memiliki bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan bobot telur yang menetas,
karena telur yang kecil mempunyai luas permukaan telur per unit yang lebih
besar dibandingkan dengan telur yang lebih besar, akibatnya penguapan air dari
dalam telur akan lebih cepat sehingga telur akan cepat kering.
2.3.
Hubungan Antara Bobot Telur dan Bobot Tetas Telur Puyuh
Gillespie (1992) disitasi Mahi et al (2012) menyatakan bahwa ukuran besar telur
berpengaruh pada ukuran besar anak burung puyuh yang baru menetas, dan
pengaruhnya tidak terlihat
pada anak yang
berumur 35 hari. Elvira, et al. (1994) disitasi Mahi et
al (2012) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bobot telur
antara lain adalah : breed, umur, nutrisi pakan, molting, suhu dan lingkungan,
program pencahayaan, serta umur dewasa kelamin. Bobot telur akan mempengaruhi
bobot tetas. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah kandungan putih
telur dan kuning telurnya. Semakin besar bobot telur, maka kandungan putih
telur dan kuning telur juga semakin besar,dimana putih telur dan kuning telur
tersebut merupakan sumber makanan bagi embrio dalam telur. Satu butir telur rata-rata mengandung 60% putih telur,
30% kuning telur, dan 10% kerabang. Telur terdiri dari empat komponen dasar
yaitu putih telur, kuning telur, kerabang telur dan
selaput kerabang telur.
2.4. Hubungan antara bentuk indeks telur
dan bobot tetas telur puyuh
Telur dengan
bentuk lancip dapat menerima panas suhu ruang inkubasi dengan baik, sehingga
proses metabolisme embrio didalamnya dapat berjalan dengan baik sehingga
berbobot tetas lebih rendah bila dibandingkan dengan telur dengan bentuk bulat.
North (1994) disitasi Mahiet al(2012) menyatakan bahwa penyerapan suhu
pada telur dengan bentuk lancip lebih baik bila dibandingkan dengan telur
berbentuk tumpul maupun bulat, hal ini menyebabkan proses metabolisme embrio
didalamnya dapat berjalan dengan baik sehingga bobot tetasnya lebih tinggi.
North
(1994) disitasi Mahi et al (2012)
menyatakan bahwa penyerapan suhu telur dengan bentuk lancip lebih baik pada
waktu penetasan bila dibandingkan dengan telur berbentuk tumpul maupun bulat.
Burke (1992) disitasi Mahi et al
(2012) menyatakan bahwa jika suhu normal selama proses penetasan, maka proses
perkembangan embrio dapat berjalan normal sebagai akibat organ vitalnya dapat
berbentuk dan berkembang secara optimal dan normal.
III.
METODEOLOGI PRAKTIKUM
3.1.Waktu
dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan pada tanggal 18 Mei 2016 dan bertempat di Kandang Pembibitan
Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo.
3.2. Materi Praktikum
Alat yang diggunakan dalam praktikum ini dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel
1.
Alat Beserta Kegunaan Yang Digunakan Dalam Praktikum
No
|
Nama alat
|
Kegunaan
|
1
2
3
4
5
|
Alat tulis
Mesin tetas
Neraca
Rak telur
|
Untuk menuliskan
hasil pengamatan
Untuk menetaskan telur ayam kampung
Untuk menimbang berat
telur dan berat tetas
Untuk menyimpan telur
sebelum ditetaskan
|
Hp kamera
|
Untuk dokumentasi
|
Bahan yang
digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.Bahan Beserta Kegunaan Yang Digunakan Dalam
Praktikum
No
|
Bahan pengamatan
|
Kegunaan
|
1
2
|
Telur ayam kampong
Telur burung puyuh
|
Sebagai bahan yang diamati
Sebagai bahan yang diamati
|
3.3.
Prosedur Kerja
Adapun
langkah-langkah atau metode yang dilakukan dalam praktikum fertilitas, daya
tetas, dan bobot tetas telur ayam kampung adalah sebagai berikut :
1.
Menyediakan alat dan bahan yang akan
digunakan dalam praktikum,
2.
Menimbang telur ayam kampung dan telur
burung puyuh,
3.
Memasukan telur ayam kampung dan telur
burung puyuh dalam mesin tetas,
4.
Menimbang DOC dan DOQ yang telah
menetas,
5.
Menuliskan hasil pengamatan, dan
6. Dokumentasi
3.4.
Analisis Data
Variabel yang
diamati dalam praktikum ini adalah korelasi antara bobot telur dengan bobot
tetas telur ayam kampung dan burung puyuh. Adapun rumus yang digunakan untuk
menghitung korelasi antara bobot telur dengan bobot tetas telur ayam kampung
dan burung puyuh adalah sebagai berikut :

Keterangan : n = banyak data
Σx = variabel peubah
Σy = variabel tetap
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Korelasi Antara Indeks Bentuk Telur dan Bobot Tetas Pada Ayam Kampung
Korelasi antara indeks
bentuk telur dan bobot tetas pada ayam kampung dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Korelasi Antara
Indeks Bentuk Telur Dan Bobot Tetas Pada Ayam Kampung
X
|
Y
|
R
|
Indeks bentuk telur
|
Bobot
tetas
|
0,09
|
Keterangan
: r = korelasi
Berdasarkan Tabel 3,
dapat dijelaskan bahwa korelasi antara indeks bentuk telur dan bobot tetas
telur ayam kampung adalah 0,09. Nilai korelasi ini merupakan nilai yag sangat
rendah bahkan hampir tidak ada hubungannya antara indeks bentuk telur dengan
bobot tetas telur ayam kampung. Hal ini disebabkan karena antara indeks bentuk
telur tidak dapat dikorelasikan dengan
bobot tetas.
Korelasi genetik
adalah hubungan antara dua
sifat atau variabel
yang secara statistik
dapat dinyatakan secara korelasi
dan regresi. Tiap
korelasi yang benar
untuk populasi-populasi tertentu dapat
sangat menyimpang terutama
bila ada seleksi
yang kuat dan
lama untuk satu sifat atau lebih (Warwick et al., 1995).
Hal ini
sesuai dengan pernyataan
yang diungkapkan oleh
Setiadi (2006) bahwa Jika
nilai korelasi R= < 0,9-1,0 atau
R= (-0,9) - (-1,00) maka hubungannya
sangat kuat, jika R= < 0,50-0,7 atau R=(- 0,5) – (- 0,7) maka hubungannya moderat
atau signifikan seimbang dan jika R= < 0,0-0,30 atau R= (-0,3)
- 0,0 maka hubungannya sangat lemah.
4.2.
Korelasi Antara Bobot Telur dan Bobot Tetas Pada Ayam Kampung
Korelasi antara bobot
telur dan bobot tetas pada ayam kampung dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Korelasi Antara
Bobot Telur Dan Bobot Tetas Pada Ayam Kampung
X
|
Y
|
r
|
Bobot
telur
|
Bobot
tetas
|
0,39
|
Keterangan
: r = Korelasi
BerdasarkanTabel
4, dapat dijelaskan bahwa korelasi antara bobot telur dengan bobot tetas telur
ayam kampung adalah 0,39 atau 39 %. Nilai korelasi ini merupakan nilai yang cukup baik karena antara bobot
telur dengan bobot tetas ada hubungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Funk dan Irwin (2005), menyatakan bahwa ukuran telur ada
hubunganya dengan daya tetas. Telur yang terlalu
besar atau kecil
tidak baik untuk
ditetaskan karena daya
tetasnya rendah (Sainsbury,2006).
Telur yang terlalu
kecil mempunyai luas
permukaan telur per
unit yang lebih besar dibandingkan dengan telur yang
besar.
4.3.
Korelasi Antara Indeks Bentuk Telur dan Bobot Tetas Pada Burung Puyuh
Korelasi antara indeks
bentuk telur dan bobot tetas pada burung puyuh
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel5. Korelasi Antara
Indeks Bentuk Telur Dan Bobot Tetas Pada Burung Puyuh
X
|
Y
|
R
|
Indeks
bentuk telur
|
Bobot
tetas
|
-0,42
|
Keterangan
: r = Korelasi
Berdasarkan Tabel 5, dapat dijelaskan bahwa korelasi antara
indeks bentuk telur dan bobot tetas telur burung puyuh adalah -0,42. Nilai
korelasi ini merupakan nilai yag sangat
rendah bahkan tidak ada hubungannya
antara indeks bentuk telur dengan bobot tetas telur burung puyuh. Hal ini
disebabkan karena antara indeks bentuk telur tidak dapat dikorelasikan dengan bobot tetas.
Hal ini tidak sesuai dengan
pernyataan yang diungkapkan
oleh Setiadi (200)
bahwa Jika nilai korelasi
R= < 0,9-1,0 atau R= > (-0,9)-1,00 maka hubungannya sangat
kuat, jika R= > 0,50-0,7
atau R= (– 0,7)- (- 0,5) maka
hubungannya moderat atau signifikan seimbang dan
jika R= < 0,0-0,30 atau R=
(-0,3) - 0,0 maka hubungannya
sangat lemah. Hubungan antara dua
ubahan secara statistik
dapat dinyatakan secara
korelasi. Hubungan korelatif
dapat dibedakan atas korelasi fenotip, korelasi genetik, korelasi lingkungan. Metode statistik
yang digunakan untuk
menaksir besarnya korelasi
genetik adalah berdasarkan analisis
kovariansi untuk menaksir
besarnya komponen ragam maupun peragam dari dua sifat
(Hardjosubroto, 1994).
4.4.
Korelasi Antara Bobot Telur dan Bobot Tetas Pada Burung Puyuh
Korelasi antara bobot
telur dan bobot tetas pada burung puyuh
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel6. Korelasi Antara
Bobot Telur Dan Bobot Tetas Pada Burung Puyuh
X
|
Y
|
R
|
Indeks
bentuk telur
|
Bobot
tetas
|
0,29
|
Keterangan : r = korelasi
BerdasarkanTabel6,
dapat dijelaskan bahwa korelasi antara bobot telur dengan bobot tetas telur
burung puyuh adalah 0,29 atau 29 %.
Nilai korelasi ini merupakan
nilai yang rendah. Faktor yang mempengruhu tinggi rendahnya korelasi
antara bobot tetas dengan bobot telur adalah kandungan nutrient dalam telur
yang ditetaskan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hamdy et al (2011),
menyatakan bahwa peningkatan
satu gram bobot
telur akan meningkatkan bobor
tetas sebesar 0,5-0,7 g.
Hal ini terjadi
karena telur mengandung
nutrisi, seperti vitamin, mineral dan air yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan selama pengeraman.
V.
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
diatas maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut :
1. Korelasi
antara indeks bentuk telur ayam kampung sangat rendah yaitu 0,09; sedangkan
korelasi antara bobot telur dan bobot tetas telur ayam kampung sedang yaitu
0,39.
2. Korelasi
antara indeks bentuk telur burung puyuh tidak ada; sedangkan korelasi antara
bobot telur dan
bobot tetas telur burung puyuh rendah yaitu 0,29.
5.2.
Saran
Saran yang dapat saya ajukan yaitu
sebaiknya dalam melaksanakan praktikum, semua praktikan berperan didalam pelaksaan praktikum agar para praktikan
lebih memahami apa-apa saja yang dipraktikumkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Elvira S., Soewarno T. Soelcarto dan SS. Mansjoer. 1994.
Studi Komparatif Sifat Mutu Dan Fungsional Telur Puyuh Dan Telur Ayam Ras.
Hasil penelitian. Bul. T& dan 1ndwb.l P m , Vd. V no. 3. Tir. 1994
Gunawan, H. 2001. Pengaruh bobot telur terhadap daya tetas
serta hubungan antara bobot telur dan bobot tetas. skripsi. Fakultas
Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor: Bogor
Iman.A.S;
Rahayu, I.Suherlan, dan Suriatna. 2015. Kualitas telur tetas ayam merawang
dengan waktu pengulangan inseminasi buatan yang berbeda. Jurnal. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor: Bogor
Mahi,M.
Rahayu,I. Achmanu dan Muharlien. 2012.Jenis kelamin, bobot tetas dan lama tetas
burung puyuh(Coturnix Japonika). Jurnal. Bagian Reproduksi
Ternak.Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya :
Salembo,J.
2012. Fertilitas, daya tetas, dan berat telur tetas ayam arab (gallus turcicus)
padaberat telur yang berbeda. Skripsi.Fakultas
Peternakan. Universitas Hasanudin: Makasar
Yuwanta, Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius.
Yogyakarta.
Terimakasih Admin, Artikel ini sangat bermanfaat.
BalasHapusSekalian mohon ijin ya numpang iklan promosi menawarkan Produk berikut ini :
- CaO / Kapur Bakar/ Kalsium Oksida.
- CaOH2 / Kalsium Hidroksida.
-CaCo3 /Kalsium Karbonat.
- Kaptan / Kapur Pertanian
- Dolomite.
- Zeolite .
- Bentonite.
Untuk informasi dan pemesanan produk Silahkan hubungi :
Bpk Asep
081281774186
085793333234
Silahkan Simpan nomor dan hubungi jika sewaktu-waktu membutuhkan.