Jumat, 10 Maret 2017

LAPORAN PRAKTIKUM “Pemeriksaan Investasi Telur Cacing pada Feses Sapi Bali”



LAPORAN PRAKTIKUM
KESEHATAN TERNAK
“Pemeriksaan Investasi Telur Cacing pada Feses Sapi Bali”
Oleh :
           KELOMPOK : III
           ANGGOTA    : 1. NURAENI PRIMAWATI        
 2. WA ODE ASTIJA MADU       
 3. WEGIG SUKOCO ANGGORO
 4. NUSRIN                         
 5. ZAINAL                                     
 6. UMAR                
                                    KELAS          : B
                                    ASISTEN       : RATNA SARI


JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
I.                   PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
Ilmu tentang parasit telah lama menunjukan peran pentingnya dalam bidang kedokteran hewan dan manusia namun masih banyak penyakit baik pada hewan dan manusia yang merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan terjadinya urbanisasi yang tidak diimbangi sarana dan prasarana, telah menambah banyaknya dearah kumuh di perkotaan. Makin berkurangnya air bersih, pencemaran air dan tanah menciptakan kondisi lingkungan fisik yang memungkinkan perkembangan vektor dan sumber infeksi termasuk oleh penyakit parasitik.
Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita makan yang dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna.Jumlah normal produksi 100 – 200 gram /hari. Terdiri dari air, makanan tidak tercerna, sel epitel, debris, celulosa, bakteri dan bahan patologis, Jenis makanan serta gerak peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya dengan frekuensi defekasi normal 3x per-hari sampai 3x per-minggu.
Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva infektif. Pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya. Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan metode natif, metode apung, metode harada mori, dan Metode kato. Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis parasit usus, sedangkan secara kuantitatif dilakukan dengan metode kato untuk menentukan jumlah cacing yang ada di dalam usus. Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan.
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perlu diadakan praktikum mengenai pemeriksaa telur cacing pada feses sapi.

1.2.  Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum pemeriksaan telur cacing pada feses sapi bali adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui cara pemeriksaan telur cacing pada feses sapi bali.
1.3.   Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum pemeriksaan telur cacing pada feses sapi bali adalah sebagai berikut:
1.        Dapat mengetahui cara pemeriksaan telur cacing pada feses sapi bali.




II.                TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia dan merupakan hasil domestikasi dari Banteng (bibos banteng) dan merupakan sapi asli Pulau Bali (Hardjosubroto, 2004). Sapi Bali mempunyai ciri-ciri khusus antara lain; warna bulu merah bata, tetapi yang jantan dewasa berubah menjadi hitam (Hardjosubroto, 2004). Satu karakter lain yakni perubahan warna sapi jantan kebirian dari warna hitam kembali pada warna semula yakni coklat muda keemasan yang diduga karena makin tersedianya hormon testosteron sebagai hasil produk testes (Dalton, C. 2006)
Penyakit menjadi masalah yang mengkhawatirkan peternak dalam mengembangkan sapi bali. Beberapa penyakit yang sering menyerang sapi bali adalah penyakit Jembrana,  Bovine Ephemeral Fever (BEF), diare ganas menular, berak darah, penyakit bali/bali ziekte dan  cacingan. Di antara penyakit -penyakit tersebut, Penyakit Jembrana dan Penyakit Bali Ziekte merupakan penyakit khas pada sapi bali (Abu Bakar, 2012).
Cacing merupakan salah satu parasit yang menghinggapi manusia. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tetap ada dan masih tinggi prevalensinya, terutama di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Hal ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih perlu ditangani. Penyakit infeksi yang disebabkan cacing itu dapat di karenakan di daerah tropis khususnya Indonesia berada dalam posisi geografis dengan temperatur serta kelembaban yang cocok untuk berkembangnya cacing dengan baik (Kadarsan, 2005).
Dalam identifikasi infeksinya perlu adanya pemeriksaan, baik dalam keadaan cacing yang masih hidup ataupun yang telah dipulas. Cacing yang akan diperiksa tergantung dari jenis parasitnya. Untuk cacing atau protozoa usus akan dilakukan pemeriksaan melalui feses atau tinja (Kadarsan, 2005).
Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang di makan yang dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna. Jumlah normal produksi 100 – 200 gram/hari. Terdiri dari air, makanan tidak tercerna, sel epitel, debris, celulosa, bakteri dan bahan patologis, Jenis makanan serta gerak peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya dengan frekuensi defekasi normal 3x per-hari sampai 3x per-minggu (Gandahusada, dkk., 2000)
Pemeriksaan feses adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang telah lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu penyakit. Meskipun saat ini telah berkembang berbagai pemeriksaan laboratorium yang modern, dalam beberapa kasus pemeriksaan feses masih diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh pemeriksaan lain. Pengetahuan mengenai berbagai macam penyakit yang memerlukan pemeriksaan feses, cara pengumpulan sampel yang benar serta pemeriksan dan interpretasi yang benar akan menentukan ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh klinisi (Soejoto dan soebari, 2002)




III. METODELOGI PRAKTIKUM
3.1.Waktu dan Tempat
              Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin 21 November 2016, pada jam 13:00 WITA. Yang bertempat di Laboratorium Fakultas Peternakan Jurusan Peternakan Universitas Halu Oleo.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan telur cacing pada feses sapi dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut :
Tabel 1. Alat dan Kegunaannya
No.
Nama Alat
Kegunaannya
1.
Mikroskop
Untuk mengamati telur cacing
2.
Gelas ukur
Untuk menyimpan feses pada saat dicentrifuge
3.
Pipet tetes
Sebagai alat untuk mengambil feses dan mengaduk feses
4.
Rak tabung
Untuk tempat menyimpan gelas ukur
5.
Objeck glass
Untuk menyimpan feses
6.
Cover glass
Untuk menutup feses pada saat diamati
7.
Beaker glass
Untuk menyimpan air
8.
Alat Tulis
Untuk mencatat data pengamatan
9.
 10.
Camera/Hp
Tabung sentrifuse
Untuk mendokumentasi
Sebagai tempat tabung

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan telur cacing pada feses sapi dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Bahan dan Kegunaannya
No.
Nama Bahan
Kegunaannya
1.
Feses sapi
Sebagai objek pengamatan
2.
Larutan Garam Jenuh
Sebagai pelarut feses
3.
Air
Sebagai pelarut feses
3.3. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada praktikum pemeriksaan telur cacing pada feses sapi bali adalah sebagai berikut:
1)      Metode Natif
1.      Meletakkan sedikit feses sapi pada objeck glass yang bersih dengan menggunakan pipet tetes lalu di teteskan 1-2 tetes air.
2.      Dengan pipet tetes tadi, kita ratakan atau larutkan, kemudian ditutup dengan cover glass.
3.      Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x.

2)      Metode Sedimentasi
1.      Memasukkan feses kedalam tabung sentrifuse
2.      Menambahkan air hingga ¾ tabung atau ± 13 ml, lalu ditutup dan diaduk sampai homogen
3.      Memasukkan kedalam alat sentrifuse dengan kecepatan 1500 rpm ± 5 menit
4.      Membuang bagian yang jernih dengan menuangkan tabung reaksi secara cepat dan disisahkan sedikit
5.      mengambil 1 tetes di simpan diatas objek glass dan ditutup dengan cover glass
6.      Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x.

3)      Metode Apung
1.       Endapan Feses pada sentrifuse ditambahkan larutan garam jenuh sampai kelihatan cembung. Lalu ditutup dengan cover glass dan dibiarkan selama 5 menit
2.      Setelah 5 menit cover glass diambil dan menyimpannya pada objek glass
3.      Mengamatinya dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x.

















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
Hasil Pengamatan Pemeriksaan Investasi Telur Cacing pada Feses Sapi Bali dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pemeriksaan Investasi Telur Cacing pada Feses Sapi Bali
No
Percobaan
Hasil                         Keterangan
1
Metode Natif
  ( - )             Tidak ditemukan Telur Cacing
2
Metode Sedimentasi
  ( - )             Tidak ditemukan Telur Cacing
3
Metode Apung
  ( - )             Tidak ditemukan Telur Cacing

4.2. Pembahasan
              Dari pratikum yang telah kami lakukan pada hari Senin 21 November 2016, di Laboratorium Fakultas Peternakan tentang “Pemeriksaan Investasi Telur Cacing pada Feses Sapi”, dimana pratikum ini dilakukan dengan 3 metode kerja diantaraya metode natif, metode sedimentasi dan metode flotation/uji apung. Ketiga metode ini dilakukan oleh setiap kelompok  dan feses yang digunakan pun juga berbeda disetiap kelompok. Dalam pratikum ini kelompok kami menggunakan sample feses sapi bali yang masih segar untuk melakukan pemeriksaan telur cacing dengan ke tiga metode tersebut.
Sistem pemeliharaan sapi bali yang kami ambil fesesnya sebagai sampel yaitu sistem pemeliharaan secara intensif. Tipe kandang yang digunakan yaitu  kandang individu atau  kandang tunggal yang merupakan  model  kandang  satu ternak  satu kandang. Pada  bagian depan ternak merupakan tempat palungan (tempat pakan dan air minum),  sedangkan bagian belakang  adalah selokan pembuangan kotoran. Untuk menjaga kebersihan sapi  lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya.
Metode natif dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara pemeriksaan ini menggunakan larutan garam jenuh. Penggunaan garam jenuh dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran disekitarnya. Dalam metode natif pemeriksaan telur cacing pada feses sapi tidak ditemukan telur cacing maupun cacing karena metode natif hanya dilakukan pada ternak yang terinfeksi berat sedangkan untuk ternak yang terinfeksi ringan sulit dideteksi telur cacingnya, ini menandakan ternak sapi bali yang kami periksa fesesnya tidak terinfeksi parasit cacing.
Metode sedimentasi adalah pemisahan larutan berdasarkan perbedaan BJ, dimana partikel yang tersuspensi akan mengendap ke dasar wadah. Metode sedimentasi dilakukan dengan memusingkan sampel atau larutan uji menggunaan centrifuge dengan kecepatan (rpm) dan waktu tertentu, (Gandahusada, dkk., 2000). Dalam pemeriksaan telur cacing pada feses sapi bali tidak ditemukan telur cacing maupun cacing hal yang membuat tidak ada ditemukannya telur cacing pada feses sapi pada praktikum kali ini karena kemungkinan terjadi kesalahan pada teknisnya atau prosedur kerja dan juga penggunanaan feses terlampaui banyak sehingga memerlukan waktu yang banyak dalam proses pemeriksaannya. Menurut Gandahusada (2000), metode sedimentasi dari segi proses pemeriksaannya waktu yang digunakan lebih cepat dan juga metode sedimentasi lebih mudah untuk mendapatkan telur cacing dibandingkan dengan metode lain. Dalam pemeriksaan telur cacing pada feses sapi yang dilakukan Gandahusada ada ditemukan telur cacing pemeriksaan ini tidak sesuai dengan hasil yang kami dapatkan. 
Metode apung menggunakan larutan garam jenuh yang didasarkan atas berat jenis telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam feses. Dalam praktikum kali ini metode apung yang kami gunakan untuk pemeriksaan telur cacing pada feses sapi kami tidak temukan cacing hal ini menunjukkan bahwa feses sapi yang kami periksa tidak terinfeksi cacing.
Dari ketiga cara yang kami lakukan dengan menggunakan metode natif, metode sedimentasi dan metode apung dalam pemeriksaan feses pada sapi bali yang kami periksa tidak menemukan telur cacing (negativ) pada feses tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Kadarsan (2005) yang mengemukakan bahwa tidak terdapatnya telur cacing pada feses sapi karna sapi tersebut dalam kondisi lingkungan yang sehat.

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :
1.      Metode pemeriksaan yang digunakan pada praktikum pemeriksaan investasi telur cacing pada feses sapi yaitu metode natif, metode sedimentasi dan metode apung.
2.      Hasil praktikum yang kami lakukan dengan menggunakan ketiga metode tersebut tidak ditemukan telur cacing (negative) pada feses tersebut, ini dapat disebabkan oleh karena ternak sapi tersebut sehat dan lingkungannya baik juga bersih atau bisa juga disebabkan oleh ketidak telitian kami dalam melihat dan mengamati ada atau tidaknya telur cacing pada feses tersebut saat menggunakan mikroskop. 

5.2. Saran
Saran yang dapat kami berikan pada praktikum ini yaitu diharapkan pada semua praktikan lebih teliti lagi dalam melakukan pemeriksaan telur cacing ini agar mendapatkan hasil yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar. 2012. Penuntun Praktikum Kesehatan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas.Padang
Dalton, C. 2006. An Introduction to Practical Animal Breeding. English Language Book Society, Longman.
Darmadja, S.D.N.D. 1980. Setengah Abad Peternakan Sapi Tradisional dalam Ekosistem Pertanian di Bali. Disertasi Universitas Padjajaran, Bandung.
Gandahusada, S.W. Pribadi dan D.I. Herry. 2000. Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Jakarta.
Hardjosubroto, W. 2004. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Kadarsan, S. 2006. Binatang Parasit. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor.
Soejoto dan Soebari. 2002. Parasitologi Medik Jilid 3 Protozoologi dan Helmintologi. EGC, Solo.










2 komentar:

  1. Terimakasih Admin, Artikel ini sangat bermanfaat.
    Sekalian mohon ijin ya numpang iklan promosi menawarkan Produk berikut ini :

    - CaO / Kapur Bakar/ Kalsium Oksida.
    - CaOH2 / Kalsium Hidroksida.
    -CaCo3 /Kalsium Karbonat.
    - Kaptan / Kapur Pertanian
    - Dolomite.
    - Zeolite .
    - Bentonite.

    Untuk informasi dan pemesanan produk Silahkan hubungi :

    Bpk Asep
    081281774186
    085793333234


    Silahkan Simpan nomor dan hubungi jika sewaktu-waktu membutuhkan.

    BalasHapus
  2. Artikel sangat bagus, bermanfaat.
    Bismillah,Mohon ijin numpang promosi yaa.

    Kami menawarkan produk dengan HARGA PABRIK :
    - Zeolite
    - Dolomite
    - Kapur Cao / Kalsium Oksida
    - Kapur CaOH2 / Kalsium Hidroksida.
    - Kapur CaCo3 /Kalsium Karbonat
    - Kapur pertanian /Kaptan

    Untuk informasi dan pemesanan produk Silahkan hubungi :

    Bpk Asep
    081281774186
    085793333234

    Silahkan simpan nomor dan hubungi jika sewaktu waktu membutuhkan.

    BalasHapus